|
BAB II
LANDASAN
TEORETIS
A.
Keterampilan
Berbicara
1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan[1]. Kemampuan berbicara
menyatakan maksud dan perasaan secara lisan, sudah dipelajari dan mungkin sekali
sudah dimiliki siswa sebelum mereka memasuki sekolah[2]. Konsep dasar berbicara
sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal, yakni:
a.
Berbicara dan menyimak
adalah dua kegiatan resiprokal.
b.
Berbicara adalah
proses individu berkomunikasi.
c.
Berbicara adalah
ekspresi kreatif.
d.
Berbicara adalah
tingkah laku.
e.
Berbicara adalah
tingkah laku yang dipelajari.
f.
Berbicara dipengaruhi
kekayaan pengalaman.
g.
Berbicara sarana
memperluas cakrawala.
h.
Kemampuan linguistic dan lingkungan berkaitan
erat.
i.
Berbicara adalah pancaran
pribadi[3].
|
2. Jenis-Jenis Berbicara
Jenis-jenis
berbicara dapat diklasifikasikan menurut lima landasan, yaitu:
a.
Situasi
Jenis-jenis berbicara menurut landasan situasi terbagi ke dalam dua garis
besar, yaitu: berbicara formal/resmi dan
berbicara informal/tidak resmi. Jenis-jenis berbicara informal meliputi:
1). Tukar pengalaman
2). Percakapan
3). Menyampaikan berita
4). Bertelepon
5). Memberi petunjuk
Jenis-jenis berbicara formal mencakup:
1). Ceramah
2).
Perencanaan dan penilaian
3). Interview
4). Prosedur parlementer
5). Bercerita
b.
Tujuan
Pada umunya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menstimulasi,
meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan tersebut maka
dapat diklasifikasikan jenis-jenis berbicara berdasarkan landasan tujuan,
yakni:
1). Berbicara menghibur
2). Berbicara menginformasikan
3). Berbicara menstimulasi
4). Berbicara meyakinkan
5). Berbicara menggerakkan
c.
Metode penyampaian
Ada empat cara yang biasa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya.
Ke empat cara yang dimaksud adalah:
1). Penyampaian secara mendadak
2). Penyampaian berdasarkan catatan kecil
3). Penyampaian berdasarkan hafalan
4). Penyampaian berdasarkan naskah
Berdasarkan ke empat cara penyampaian pembicaraan tersebut dapat
diklasifikasikan berbicara menjadi empat jenis pula, ke empat jenis berbicara
tersebut disesuaikan namanya dengan metode penyampiannya, yakni:
1). Berbicara mendadak
2). Berbicara berdasarkan catatan kecil
3). Berbicara berdasarkan hafalan
4). Berbicara berdasarkan naskah
d.
Jumlah penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan
pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi
lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil),
dan banyak orang (kelompok besar). Berdasarkan jumlah penyimak itu, berbicara
dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu:
1). Berbicara antar pribadi
2). Berbicara dalam kelompok kecil
3). Berbicara dalam kelompok besar
e.
Peristiwa khusus
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai
kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus,
istimewah atau spesifik. Berdasarkan peristiwa khusus tersebut, maka
berbicara dapat digolongkan atas enam jenis, yakni:
1). Berbicara presentasi
2). Pidato penyambutan
3). Pidato perpisahan
4). Pidato jamuan
5). Pidato perkenalan
6). Pidato nominasi[4]
3. Kompetensi Keterampilan Berbicara di Kelas IV SD/MI
Keterampilan berbicara di sekolah dilaksanakan berdasarkan ketentuan
materi yang diatur dalam standar isi secara global dan nasional oleh pemerintah
Indonesia, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Standar isi antara lain menjelaskan
tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dari setiap mata
pelajaran yang akan diajarkan di sekolah.
Adapun Standar Kompetensi keterampilan berbicara pada mata pelajaran
bahasa indonesia di kelas IV SD terdiri dari 2 buah SK yang masing-masingnya
diajarkan pada semester 1 dan semester II yaitu: Mendeskripsikan secara lisan
tempat sesuai denah dan petunjuk
penggunaan suatu alat pada semeseter 1 dan mengungkapkan pikiran,
perasaan dan informasi dengan berbalas pantun dan bertelepon[5].
Kompetensi Dasar yang merupakan penjabaran selanjutnya dari Standar
Kompetensi berisikan tentang kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki
siswa dalam keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa indonesia. Adapun
KD dari keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa indonesia di kelas IV
terdiri dari 4 buah KD, 2 buah diajarkan pada semester 1 dan 2 buah lagi pada
semester 11. KD pada semester 1 diantaranya yaitu mendiskripsikan tempat sesuai
dengan denah atau gambar dengan kalimat yang runtut dan menjelaskan petunjuk
penggunaan suatu alat dengan bahasa yang baik dan benar. KD pada semester 2
berbalas pantun dengan lafal dan intonasi yang tepat, dan menyampaikan pesan
yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan[6].
4. Ciri Pembicara Ideal
Ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dihayati serta
dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a.
Memilih topic dengan tepat
b.
Menguasai materi
c.
Memahami latar belakang pendengar
Sebelum pembicaraan berlangsung, yang terbaik adalah mengumpulkan
informai tentang pendengar, misalnya:
1)
Jumlah
2)
Jenis kelamin
3)
Pekerjaanya
4)
Tingkat kependidikannya
5)
Minatnya.
6)
Nilai yang
dianut
7)
Serta kebiasaan
d.
Mengetahui situasi
e.
Memiliki tujuan jelas
f.
Kontak dengan pendengar
g.
Kemampuan linguistiknya tinggi
h.
Menguasai pendengar
i.
Memanfaatkan alat bantu
j.
Penampilannya meyakinkan
k.
Berencana
Pembicara yang baik selalu berencana sebelum melakukan pembicaraan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan tersebut, yakni:
1). Memilih
topik
2). Memahami
dan menguji topik
3).
Menganalisis pendengar dan situasi
4). Menyusun
kerangka pembicaraan
5). Mengujicobakan
6).
Meyakinkan[7].
5. Metode Pengajaran Berbicara
Kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan metode pengajaran berbicara, antara lain:
a.
Relevan dengan tujuan pembelajaran
b.
Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran
c.
Mengembangkan butir-butir keterampilan proses
d.
Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang
e.
Meransang siswa untuk belajar
f.
Mengembangkan penampilan siswa
g.
Mengembangkan kreatifitas siswa
h.
Tidak menuntut peralatan yang rumit
i.
Mudah dilaksanakan
Beberapa metode yang bisa digunakan dalam pengajaran berbicara di sekolah
Dasar, diantaranya:
a.
Ulang-Ucap, yaitu metode dengan menggunakan suara guru atau rekaman guru
yang diperdengarkan kepada siswa dan diminta siswa mengulang kembali ucapan
tersebut.
b.
Lihat-Ucapan, yaitu metode dengan cara guru memperlihatkan kepada siswa benda tertentu
kemudian siswa menyebutkan nama benda tersebut.
c.
Menjawab pertanyaan
d.
Bertanya
e.
Pertanyaan menggali, yaitu memberikan pertanyaan yang meransang siswa
untuk banyak berfikir
f.
Melanjutkan, yaitu metode dengan menugaskan dua, tiga atau empat orang
siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan
g.
Meceritakan kembali
h.
Percakapan
Percakapan adalah pertukaran fikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua atau lebih
pembicara.
i.
Parafrase
Parafrase adalah ahli bentuk, misalnya memprosakan isi atau sebaliknya
mempuisikan prosa.
j.
Reka cerita gambar, yaitu sebuah metode dengan meminta siswa menyusun sebuah
cerita berdasarkan gambar
k.
Bercerita
l.
Memberi petunjuk
m.
Melaporkan
n.
Wawancara
o.
Diskusi
p.
Bertelepon
6. Penilaian Pada Pengajaran Berbicara
Penilaian terhadap program pengajaran, termasuk program pengajaran
berbicara, meliputi penilaian terhadap:
a.
Perencanaan pengajaran
b.
Pelaksanaan pengajaran
c.
Penilaian pengajaran[10].
Penilaian terhadap bahan pengajaran berbicara tidak begitu sukar.
Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran berbicara dilakukan pada saat
pengajaran berlangsung di kelas. Pada saat itulah guru mencoba mewujudkan
segala sesuatu yang telah direncanakannya. Penilaian terhadap pelaksanaan
pengajaran berbicara diawali dengan:
a.
Aktivitas belajar siswa
b.
Relevansi kegiatan belajar dengan tujuan pengajaran
c.
Pengembangan keterampilan proses
d.
Pengembangan konsep, sikap dan nilai, serta keterampilan
Ukuran yang biasa diterapkan untuk menilai apakah suatu pengalaman
belajar baik atau tidak adalah butir-butir berikut:
a.
Pengalaman belajar relevan dengan tujuan pengajaran.
b.
Pengalaman belajar membina keterampilan proses.
c.
Pengalaman belajar mengaktifkan siswa.
Pelaksanaan penilaian dilaksanakan pada akhr proses belajar-mengajar
berbicara. Melaksanakan penialaian yang telah direncanakan akan dapat diketahui
prestasi belajar atau daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan.
Tes yang paling cocok untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes
perbuatan[11].
Contoh-contoh pelaksanaan penilaian dalam proses belajar-mengajar
berbicara, diantaranya:
a.
Penilaian tujuan instruktur khusus
b.
Penilaian bahan pengajaran
c.
Pengalaman belajar
d.
Penilaian alat evaluasi.
B.
Model Pembelajaran Role Playing
1. Pengertian Model
Pembelajaran
Model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran[12].
Model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu, dan berfungsi bagi pedoman perancangan pembelajaran[13]. Model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang mengembangkan dari
perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan
pembelajaran, buku-buku pelajaran, dan bantuan pelajaran pada program komputer[14].
Model pembelajaran
adalah suatu cara belajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu[15]. Model pembelajaran
adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek
sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala
fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
belajar mengajar[16].
Model pembelajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungan, dan sistim pengelolaannya[17]. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktrivitas belajar mengajar[18]. Model pembelajaran
mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau
prosedur, yaitu[19]
:
a.
Rasional teoritik
logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
b.
Landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai).
c.
Tingkah laku
pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai.
Berangkat dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka atau
bentuk keseluruhan dari proses pembelajaran yang diatur secara sistematis
meliputi di dalamnya strategi, metode, teknik serta media dan hal terkait
lainnya. Model pembelajaran berbeda dengan strategi, metode, pendekatan, serta
teknik dan taktik.
2. Pengertian
Model Pembelajaran Role Playing
Secara etimologis role playing terdiri
dari dua kata, yakni role dan playing. Role artinya:
peranan, tugas[20].
Playing artinya: permainan, lakon sandiwara, giliran[21].
Berdasarkan pengertian dua kata tersebut, maka secara etimologis role
playing adalah permainan peran.
Model pembelajaran role playing adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan
peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung kepada
apa yang diperankan[22].
Model pembelajaran role playing adalah
pembelajaran dengan cara guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunujuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa,
penyampaian kompetensi, menunjuk siswa melakukan skenario yang telah dipelajari[23].
Role playing atau bermain peran adalah:
penyajian bahan pelajaran dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam
bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan
sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya[24].
Bermain peran/role playing adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan
fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata[25].
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah sebuah
penyajian pembelajaran melalui sebuah permainan skenario cerita yang melibatkan
siswa untuk memerankan lakon dalam cerita tersebut, dimana isi cerita akan
disampaikan lewat dialog aktif antar pemainnya.
3. Bentuk-Bentuk
Bermain Peran/role playing
Terdapat beberapa bentuk permainan peran yang
dapat digunakan dalam pembelajaran, diantaranya:
a.
Permainan bebas, dengan permainan bebas tidak
terdapat skenario yang harus diikuti anak. Pengarahan, kemudian peserta didik
melakukan sesuai dengan apa yang dapat diserapnya menurut fantasi dan imajinasinya
sendiri. Contoh permainan bebas seperti bermain perang-perangan.
b.
Melakonkan suatu cerita.
c.
Sandiwara boneka dan wayang
Peserta didik juga dapat secara bebas memainkan
boneka atau wayang yang dibawa mereka atau yang telah disediakan. Ide-Ide dapat
dirangsang melalui berbagai sumber seperti: cerita guru, cerita dari buku, radio, televisi maupun film[26].
4. Langkah-Langkah
Model Pembelajaran Role Playing
Langkah-langkah model role playing adalah:
a.
Guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan
ditampilkan.
b.
Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari
skenario dua hari sebelum pembelajaran dilaksanakan.
c.
Guru membentuk kelompok peserta didik yang
anggotanya 5 orang.
d.
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin
dicapai.
e.
Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
f.
Masing-masing peserta didik duduk di kelompoknya,
masing-masing sambil memperhatikan (mengamati) skenario yang sedang
diperagakan.
g.
Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta
didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas[27].
Langkah-langkah role playing adalah
sebagai berikut:
a.
Guru menyiapkan skenario pembelajaran.
b.
Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari
dialog tersebut.
c.
Pembentukan kelompok siswa.
d.
Penyampaian kompetensi.
e.
Menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah
dipelajari.
f.
Kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh
pelakon.
g.
Presentasi hasil kelompok.
h.
Bimbingan, kesimpulan, dan refleksi[28].
Prosedur atau langkah-langkah model role
playing:
a.
Pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada
permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu
mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah
menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Contoh guru
menyediakan suatu cerita menjadi kelas, kemudian dilanjutkan dengan pengajuan
pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berfikir tentang hal tersebut dan
memprediksi akhir cerita.
b.
Memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru
membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan
memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai
untuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan
mendeskripsikan peran-perannya.
c.
Menata latar/pangung. Dalam hal ini guru
mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa
saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan ini dapat sederhana atau kompleks.
Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa aksesoris lengkap)
yang menggambarkan urutan pemainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul,
kemudian dikuti oleh siapa, dan seterusnya. Sementara penataan latar yang lebih
kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana
memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan latar/panggung,
tetapi proses bermain peran itu sendiri.
d.
Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat.
Pengamat disini harus juga terlibat dalam peran.
e.
Permainan peran dimulai. Permainan peran
dilaksanakan secara spontan. Jika permainan peran sudah terlanjur jauh dari apa
yang direncanakan, guru dapat menghentikannya supaya tidak jadi masalah.
f.
Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan
melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan
muncul.
g.
Permainan peran ulang, seharusnya peran kedua ini akan berjalan lebih baik.
h.
Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada
realitas.
i.
Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema
permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan[29].
Agar permainan peran berjalan efektif, maka
pelaksanaan bermain peran dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Persiapan
2.
Penentuan pelaku atau pameran
3.
Pemain bermain peran
4.
Diskusi
5.
Ulangan permainan
Berdasarkan langkah-langkah tersebut di atas,
maka dapat disusun langkah-langkah model pembelajaran role playing
adalah sebagai berikut:
a.
Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
b.
Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari
skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM.
c.
Guru membetuk kelompok peserta didik yang anggotanya
5 orang.
d.
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
e.
Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
f.
Masing-masing para peserta didik berada di kelompoknya
sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
g.
Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik
diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.
h.
masing-masing kelompok meyampaikan hasil
kesimpulannya.
i.
Guru memberikan kesimpulan secara umum.
j.
Evaluasi
k.
Penutup[30].
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
bermain peran:
a.
Masalah yang dijadikan tema cerita hendaknya dialami
oleh sebagian peserta didik.
b.
Penentuan pameran hendaknya cara sukarela dan
metovasi dari guru.
c.
Jangan terlalu banyak disutradarai, biarkan peserta
didik mengembangkan kreatifitas dan spentanitas mereka.
d.
Diskusi diarahkan kepada penyelesaikan akhir
(tujuan), bukan kepada baik atau tidaknya seseorang peserta didik berperan.
e.
Kesimpulan diskusi akan diresumekan oleh guru.
f.
Bermain peran bukanlah sandiwara atau drama biasa
melainkan merupakan peranan situasi sosial yang ekpresif dan hanya
dimainkan satu babak saja[31]
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Role Playing
Kebaikan-kebaikan/keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan melaksanakan role
playing:
a.
Untuk mengajar peserta didik supaya ia bisa menempatkan
dirinya dengan orang lain.
b.
Guru dapat melihat
kenyataan yang sebenarnya dari kemampuan peserta didik.
c.
Bermain peran
menimbulkan diskusi yang hidup.
d.
Peserta didik akan
mengerti social psychologis.
e.
Model bermain peran
dapat menarik minat peserta didik.
Kelemahan model role playing:
a.
Sukar untuk
memilih anak-anak yang betul-betul berwatak untuk memecahkan masalah tersebut.
b.
Perbedaan adat-istiadat/kebiasaan dan
kehidupan-kehidupan dalam suatu masyarakat akan mempersulit pelaksanaannya.
c.
Anak-anak
yang tidak mendapat giliran akan menjadi pasif.
d.
Kalau guru
kurang bijaksana , maka tujuan yang dicapai dari penerapan model
ini tidak memuaskan.
C.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
1.
Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Belajar bahasa merupakan perubahan
perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang relatif permanen sebagai hasil
pengalaman. Pengajaran bahasa sekurang-kurangnya melibatkan tiga kelompok ilmu
(disiplin ilmu), yakni linguistic
(ilmu bahasa), psikolog (ilmu jiwa),
dan pedagogik (ilmu pendidikan)[33].
Manusia dapat berpikir karena
mempunyai bahasa[34]. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran
bahasa Indonesia adalah suatu proses / aktivitas pembelajaran berkomunikasi
yang melibatkan tiga kelompok ilmu serta
mencakup empat komponen berbahasa yaitu: menyimak / mendengar, membaca,
berbicara dan menulis sesuai kaidah berbahasa yang benar.
Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia secara umum meliputi:
a.
Siswa menghargai dan
membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa
Negara.
b.
Siswa memahami bahasa Indonesia
dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk bermacam-macam tujuan keperluan, dan keadaan.
c.
Siswa memiliki kemampuan
menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, kematangan
emosional dan kematangan sosial.
d.
Siswa mampu menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan
kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
e.
Siswa menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia
Tujuan belajar bahasa adalah agar
siswa dapat menyimak pembicaraan orang lain dengan benar, dapat mengungkapkan
gagasan, bertanya, menolak pendapat, memperoleh informasi dari membaca dan
menulis berbagai keperluan orang lain yang semuanya ini disesuaikan dengan
situasi dan konteks, maka pengajaran pengetahuan bahasa pun tidak lagi
dipusatkan pada kebenaran struktur / tata bahasa, tetapi pada kesesuian fungsi
komunikasi[35]. Pada akhir pendidikan di SD/MI peserta didik telah membaca
sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan non sastra.
Dalam penyajian pengajaran bahasa,
guru tidak dapat mengajarkan hanya salah
satu keterampilan berbahasa. Kegiatan belajar yang dimulai dengan menyimak
cerita guru, akan diikuti dengan siswa bertanya, siswa menjawab pertanyaan atau
menceritakan kembali cerita yang telah dibawakan guru. Lebih lanjut siswa dapat
diminta menulis isi cerita dengan kata-katanya sendiri, kemudian membacakan dan
teman lain menanggapi[36].
Keterampilan berbahasa meliputi :
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Pembelajaran bahasa adalah proses
aktif, konstruktif dan proses transaksi[37]. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah menjadikan siswa dapat
menggunakan bahasa Indonesia lisan maupun tulisan dengan baik dan benar.
Jadi tujuan pembelajaran bahasa pada
hakikatnya adalah menjadikan siswa mampu berkomunikasi dengan baik dan benar
secara lisan maupun tulisan.
2. Evaluasi
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD/MI
Evaluasi dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia adalah tahapan atau kegiatan dalam pengelolaan Pendidikan /
pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui keefektifan / keberhasilan suatu
sistem pendidikan secara keseluruhan. Sasaran evaluasi mencakup perencanaan
program, pelaksanaan program, dan hasil pelaksanaan program yang tampak pada
kinerja siswa dan guru. Hasil evaluasi adalah siswa naik atau tidak naik kelas,
lulus atau tidak lulus, dan program kerja sekolah dibenahi agar kinerja sekolah
secara keseluruhan dapat meningkat pada tahun yang akan datang[38].
Prinsip-prinsip penilaian
pembelajaran Bahasa Indonesia:
a.
Mengharuskan adanya prioritas
utama dan apa yang dievaluasi.
b.
Teknik penilaian harus dipilih
berdasarkan karakteristik performansi yang diukur.
c.
Evaluasi harus komprehensif.
d.
Penggunaan teknik evaluasi
secara tepat memerlukan kesadaran akan keterbatasannya.
e.
Penilaian merupakan alat ukur
untuk mencapai tujuan.
f.
Objektif, artinya evaluasi
memang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada.
g.
Kooperatif
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, juga harus
bekerjasama dengan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan.
h.
Kontinuitas
Artinya dilaksanakan secara terus menerus selama proses
pelaksanaan pembelajaran.
i.
Praktis, ekonomis dan mendidik
Pendekatan-pendekatan penilaian
pembelajaran Bahasa Indonesia:
1)
Pendekatan Diskrit
Pendekatan diskrit merupakan
penilaian yang hanya menekankan satu aspek tertentu.
Tes diskrit didasari oleh linguistik struktural dan psikologi
behavior yang beranggapan bahwa pemilah-milahan komponen kebahasaan dapat
dilakukan, diajarkan dan diteskan tanpa harus mengaitkan dengan acuan konteks
kebahasaanyang sebenarnya[39].
2)
Pendekatan Integratif
Tes integratif merupakan tes kebahasaan yang digunakan untuk mengukur
beberapa aspek kemampuan atau keterampilan berbahasa. Dalam tes integratif, aspek kebahasaan tidak
dipisah-pisah, melainkan merupakan kesatuan yang padu.
3)
Pendekatan Komunikatif
Penilaian pengajaran bahasa dengan
pendekatan komunikatif merupakan penilaian yang difungsikan untuk mengukur
kemampuan berbahasa sesuai dengan situasi dan konteks pemakaiannya yang lazim
disebut dengan kemampuan komunikatif. Kemampuan ini dapat diukur dengan menggunakan
dikte, tanya jawab, wawancara, bercerita, mengarang, dan terjemahan.
Perbedaan antara tes komunikatif
dengan tes integratif terletak pada
dikaitkan tidaknya tes dengan situasi serta konteks pemakaian bahasa.
Pengembangan
instrumen dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Secara umum sasaran asessmen
pembelajaran bahasa Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok sasaran, yaitu:
1)
Komponen berbahasa yang terdiri
dari bunyi bahasa, kosakata dan tata bahasa.
2)
Kemampuan berbahasa yang
meliputi kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
1)
Instrumen asesmen kemampuan
berbahasa lisan
Assesmen kemampuan berbahasa lisan mencakup menyimak
dan berbicara.
Tes kemampuan menyimak:
Bentuk tes kemampuan menyimak bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut:
a)
Tes Jawaban Singkat (Frasa) /
Respon
Adalah tes yang jawabannya berupa
sepatah dua patah kata saja. Tes ini cocok untuk siswa kelas rendah yang
kemampuan berbahasanya masih terbatas. Tes ini berbentuk tes benar-salah, tes
ya-tidak, tes pilihan gambar atau menulis jawaban singkat lainnya.
b)
Tes Kemampuan Berbicara
Tes kemampuan berbicara termasuk
salah satu tes yang sulit dilaksanakan karena kemampuan berbicara tidak mudah
didefinisikan.
Untuk mengukur kemampuan berbicara
banyak ragam tes yang dapat dilakukan, yaitu:
(1)
Tes Respon Terbimbing
Contoh : Guru memberi isyarat “bertanyalah kepada
temanmu, siapa namanya”
(2)
Tes Bercerita Singkat
Contoh : Guru menunjukkan sebuah benda atau gambar
peristiwa, kemudian meminta siswa mendeskripsikan benda/menceritakan peristiwa
di dalam gambar tersebut.
(3)
Tes Bercakap-Cakap
Contoh : Guru membagikan bahan dialog kepada siswa untuk
dibaca dan diminta mengungkapkan kembali bahan dialog secara berpasangan.
(4)
Tes Berbicara Bebas
Contoh : Guru memberikan bermacam-macam topik kepada
siswa untuk berbicara selama beberapa menit
Topik yang dapat dipilih siswa antara
lain:
a)
Bermain di lingkungan rumah
b)
Hidup rukun di sekolah
c)
Tugasku sehari-hari sebagai
umat beragama
d)
Danau/pantai
2)
Instrumen Asesmen kemampuan
berbahasa tulis
Asesmen kemampuan berbahasa tulis
mencakup asesmen kemampuan membaca dan menulis.
Beberapa jenis tes untuk mengukur
kemampuan membaca siswa yaitu:
a)
Tes pemahaman kalimat
Tes ini sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa pada kelas rendah. Jenis tes ini biasanya disajikan dalam
bentuk kata atau frasa sebagai alternatif jawaban.
Contoh : Semua makhluk hidup memerlukan sinar matahari
(B – S)
b)
Tes pemahaman wacana
Tes ini dapat mengukur semua aspek
kebahasaaan seperti penguasaan kosakata, struktur kalimat dan pemahaman isi
wacana.
Beberapa tes pemahaman wacana antara lain:
-
Melengkapi wacana
Contoh :
Tina dan Tono membeli buku baru di ……. Tina
dan Tono adalah anak yang ……belajar. Mereka rajin belajar agar ….. dalam
menempuh ujian.
-
Menjawab pertanyaan
Contoh :
Bacalah wacana dibawah ini dengan cermat,
kemudian jawablah pertanyaan berikut ini sesuai isi bacaan!
Aku anak
desa, namaku Badu, aku lahir di desa, besar dan tinggal di desa…
Pertanyaan:
Dimanakah Badu lahir?
c)
Tes kemampuan menulis:
Diantara bentuk-bentuk tes kemampuan menulis adalah
sebagai berikut:
1)
Tes Menulis Terbimbing
Tes menulis terbimbing adalah tes untuk
mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan kosakata dan struktur kalimat. Tes
ini digunakan pada siswa kelas rendah.
Contoh :
-
Gabungkan dua kalimat ini
dengan menggunakan kata “karena”
Dia lulus ujian, dia rajin belajar
2)
Menceritakan Gambar
Contoh:
-
Guru menunjukkan sebuah gambar
benda atau peristiwa kemudian meminta siswa mendeskripsikan atau menceritakan peristiwa
dalam gambar dengan bahasa mereka sendiri secara tertulis.
3)
Tes Menulis Terpadu
Contoh :
-
Guru membacakan sebuah wacana
atau cerita kepada siswa, kemudian guru meminta siswa untuk menulis kembali isi
cerita dengan bahasa mereka sendiri.
4)
Tes Menulis Bebas
Contoh : Buatlah karangan kira-kira 1
halaman!
Macam-macam
asesmen alternatif (Non Tes)
Instrumen
asesmen non tes biasanya dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai
perkembangan atau hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung
[1] Djago Tarigan, Materi Pokok
Pendidikan Bahasa Indonesia 1, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet
ke-4, h. 149
[3]
Logan dkk dalam Djago Tarigan, Ibid,
h. 149
[4]
Logan dkk, dalam Djago Tarigan, Ibid, h.
168
[5] Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Jakarta : 2007, h. 6
[7] Ibid, h. 194
[8] Ibid, h. 243
[9] Ibid, h. 243
[12]Taufina
Taufik. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Inovasi Dalam Meningkatkan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah Dasar, ( Padang: UNP,
2011), cet ke-2, jilid 2, h. 10
[13] Syaiful Segala dalam Ida Zusnani, Pendidikan Kepribadian Siswa SD-SMP, (Paltinum, 2013), cet ke 1,
jilid 1, h. 11
[14] Joyco dan Weil dalam Ida Zusnanih, Ibid, h. 12
[15] Ibid, h, 12
[16] Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, (Medan:
Media Persada, 2014), cet ke-3, jilid 3, h. 1
[17] Arend dalam Non Syafriadi, Strategi
Pembelajaran, (Padang : Salsabila Grafika, 2012), cet ke 1, jilid 1, h. 31
[18] Soekamto dalam Non Syafriadi, Ibid,
h, 32
[20] Desi Anwar, Kamus Lengkap 100 Milliard
nggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Surabaya:Amolia), h. 272
[21] Desi Anwar, Ibid, h. 247
[22] Taufik Tafina, Op, Cit, h. 13
[23] Ida Zusnani, Op, Cit, h. 45
[24] Ramayulius, 2005;273 dalam Istarani, Op, Cit, h.
70
[25] Sudjana, 2013;134 dalam Istarani, Ibid, h.
70
[26] Istarani, Ibid, h. 80
[27] TaufikTafina, Op, Cit, h. 13
[28] Ida Zusnani, Op, Cit, h. 45
[29] Hamzah B. Uno, 2007;26-28 dalam Istarani, Op,
Cit, h. 71
[30] Istarani, Ibid, h. 76
[31] Ramayulius, 2008;278-279 dalam Istarani, Ibid,
h. 80
[32] Istarani, Ibid , h. 78
[33]
Muchlisoh, Pendidikan Bahasa
Indonesia 3, ( Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud, 1995), Cet.
Ke-1, h. 43
[34]
Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1990), cet ke-11, h. 43
[35]
Muchlisoh, Op.cit., h. 64
[36] Muchlisoh, Op.cit.,
h. 65
[37]
Farida Rahim, et
al,
Materi Pokok Strategi Pembelajaran Bahasa
Indonesia,Padang: PGS-UNP, 2009., h. 4
[38]
Jauharoti Alfin et al, Pembelajaran Bahasa Indonesia MI Paket 8-14 :
Learning Assistance Program For Islamic Schools( PGMI, 2009), . h. 9.8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar