Selasa, 22 Agustus 2017

Model Pembelajaran Role Playing


 
BAB II
LANDASAN TEORETIS

A.    Keterampilan Berbicara
1.      Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan[1]. Kemampuan berbicara menyatakan maksud dan perasaan secara lisan, sudah dipelajari dan mungkin sekali sudah dimiliki siswa sebelum mereka memasuki sekolah[2]. Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal, yakni:
a.       Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal.
b.      Berbicara adalah proses individu berkomunikasi.
c.       Berbicara adalah ekspresi kreatif.
d.      Berbicara adalah tingkah laku.
e.       Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari.
f.       Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman.
g.      Berbicara sarana memperluas cakrawala.
h.      Kemampuan linguistic dan lingkungan berkaitan erat.
i.        Berbicara adalah pancaran pribadi[3].

15
 
 


2.      Jenis-Jenis Berbicara
Jenis-jenis berbicara dapat diklasifikasikan menurut lima landasan, yaitu:
a.       Situasi
Jenis-jenis berbicara menurut landasan situasi terbagi ke dalam dua garis besar, yaitu:  berbicara formal/resmi dan berbicara informal/tidak resmi. Jenis-jenis berbicara informal meliputi:
1). Tukar pengalaman
2). Percakapan
3). Menyampaikan berita
4). Bertelepon
5). Memberi petunjuk
                        Jenis-jenis berbicara formal mencakup:
1). Ceramah
2). Perencanaan dan penilaian
3). Interview
4). Prosedur parlementer
5). Bercerita
b.      Tujuan
Pada umunya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan tersebut maka dapat diklasifikasikan jenis-jenis berbicara berdasarkan landasan tujuan, yakni:
1). Berbicara menghibur
2). Berbicara menginformasikan
3). Berbicara menstimulasi
4). Berbicara meyakinkan
5). Berbicara menggerakkan
c.       Metode penyampaian
Ada empat cara yang biasa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya. Ke empat cara yang dimaksud adalah:
1). Penyampaian secara mendadak
2). Penyampaian berdasarkan catatan kecil
3). Penyampaian berdasarkan hafalan
4). Penyampaian berdasarkan naskah
Berdasarkan ke empat cara penyampaian pembicaraan tersebut dapat diklasifikasikan berbicara menjadi empat jenis pula, ke empat jenis berbicara tersebut disesuaikan namanya dengan metode penyampiannya, yakni:
1). Berbicara mendadak
2). Berbicara berdasarkan catatan kecil
3). Berbicara berdasarkan hafalan
4). Berbicara berdasarkan naskah
d.      Jumlah penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar). Berdasarkan jumlah penyimak itu, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu:
1). Berbicara antar pribadi
2). Berbicara dalam kelompok kecil
3). Berbicara dalam kelompok besar
e.       Peristiwa khusus
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewah atau spesifik. Berdasarkan peristiwa khusus tersebut, maka berbicara dapat digolongkan atas enam jenis, yakni:
1). Berbicara presentasi
2). Pidato penyambutan
3). Pidato perpisahan
4). Pidato jamuan
5). Pidato perkenalan
6). Pidato nominasi[4]

3.      Kompetensi Keterampilan Berbicara di Kelas IV SD/MI
Keterampilan berbicara di sekolah dilaksanakan berdasarkan ketentuan materi yang diatur dalam standar isi secara global dan nasional oleh pemerintah Indonesia, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Standar isi antara lain menjelaskan tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dari setiap mata pelajaran yang akan diajarkan di sekolah.
Adapun Standar Kompetensi keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa indonesia di kelas IV SD terdiri dari 2 buah SK yang masing-masingnya diajarkan pada semester 1 dan semester II yaitu: Mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah dan petunjuk  penggunaan suatu alat pada semeseter 1 dan mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi dengan berbalas pantun dan bertelepon[5].
Kompetensi Dasar yang merupakan penjabaran selanjutnya dari Standar Kompetensi berisikan tentang kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa indonesia. Adapun KD dari keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa indonesia di kelas IV terdiri dari 4 buah KD, 2 buah diajarkan pada semester 1 dan 2 buah lagi pada semester 11. KD pada semester 1 diantaranya yaitu mendiskripsikan tempat sesuai dengan denah atau gambar dengan kalimat yang runtut dan menjelaskan petunjuk penggunaan suatu alat dengan bahasa yang baik dan benar. KD pada semester 2 berbalas pantun dengan lafal dan intonasi yang tepat, dan menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan[6].

4.      Ciri Pembicara Ideal
Ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dihayati serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut antara lain:
a.       Memilih topic dengan  tepat
b.      Menguasai materi
c.       Memahami latar belakang pendengar
Sebelum pembicaraan berlangsung, yang terbaik adalah mengumpulkan informai tentang pendengar, misalnya:
1)      Jumlah
2)      Jenis kelamin
3)      Pekerjaanya
4)      Tingkat kependidikannya
5)      Minatnya.
6)      Nilai yang dianut
7)      Serta kebiasaan
d.      Mengetahui situasi
e.       Memiliki tujuan jelas
f.       Kontak dengan pendengar
g.      Kemampuan linguistiknya tinggi
h.      Menguasai pendengar
i.        Memanfaatkan alat bantu
j.        Penampilannya meyakinkan
k.      Berencana
Pembicara yang baik selalu berencana sebelum melakukan pembicaraan. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan tersebut, yakni:
1). Memilih topik
2). Memahami dan menguji topik
3). Menganalisis pendengar dan situasi
4). Menyusun kerangka pembicaraan
5). Mengujicobakan
6). Meyakinkan[7].
5.      Metode Pengajaran Berbicara
Kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan metode pengajaran berbicara, antara lain:
a.       Relevan dengan tujuan pembelajaran
b.      Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran
c.       Mengembangkan butir-butir keterampilan proses
d.      Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang
e.       Meransang siswa untuk belajar
f.       Mengembangkan penampilan siswa
g.      Mengembangkan kreatifitas siswa
h.      Tidak menuntut peralatan yang rumit
i.        Mudah dilaksanakan
j.        Menciptakan  suasana belajar-mengajar yang menyenangkan[8].
Beberapa metode yang bisa digunakan dalam pengajaran berbicara di sekolah Dasar, diantaranya:
a.       Ulang-Ucap, yaitu metode dengan menggunakan suara guru atau rekaman guru yang diperdengarkan kepada siswa dan diminta siswa mengulang kembali ucapan tersebut. 
b.      Lihat-Ucapan, yaitu metode dengan cara guru  memperlihatkan kepada siswa benda tertentu kemudian siswa menyebutkan nama benda tersebut.
c.       Menjawab pertanyaan
d.       Bertanya
e.       Pertanyaan menggali, yaitu memberikan pertanyaan yang meransang siswa untuk banyak berfikir
f.       Melanjutkan, yaitu metode dengan menugaskan dua, tiga atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan
g.      Meceritakan kembali
h.      Percakapan
Percakapan adalah pertukaran fikiran atau pendapat  mengenai suatu topik antara dua atau lebih pembicara. 
i.        Parafrase
Parafrase adalah ahli bentuk, misalnya memprosakan isi atau sebaliknya mempuisikan prosa.
j.        Reka cerita gambar, yaitu sebuah metode dengan meminta siswa menyusun sebuah cerita berdasarkan gambar
k.      Bercerita
l.        Memberi petunjuk
m.    Melaporkan
n.      Wawancara
o.      Diskusi
p.      Bertelepon
q.      Dramatisasi, yaitu mengajak siswa bermain peran atau melakonkan sebuah cerita[9].
6.      Penilaian Pada Pengajaran Berbicara
Penilaian terhadap program pengajaran, termasuk program pengajaran berbicara, meliputi penilaian terhadap:
a.       Perencanaan pengajaran
b.      Pelaksanaan pengajaran
c.       Penilaian pengajaran[10].
Penilaian terhadap bahan pengajaran berbicara tidak begitu sukar. Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran berbicara dilakukan pada saat pengajaran berlangsung di kelas. Pada saat itulah guru mencoba mewujudkan segala sesuatu yang telah direncanakannya. Penilaian terhadap pelaksanaan pengajaran berbicara diawali dengan:
a.       Aktivitas belajar siswa
b.      Relevansi kegiatan belajar dengan tujuan pengajaran
c.       Pengembangan keterampilan proses
d.      Pengembangan konsep, sikap dan nilai, serta keterampilan
Ukuran yang biasa diterapkan untuk menilai apakah suatu pengalaman belajar baik atau tidak adalah butir-butir berikut:
a.       Pengalaman belajar relevan dengan tujuan pengajaran.
b.      Pengalaman belajar membina keterampilan proses.
c.       Pengalaman belajar mengaktifkan siswa.
Pelaksanaan penilaian dilaksanakan pada akhr proses belajar-mengajar berbicara. Melaksanakan penialaian yang telah direncanakan akan dapat diketahui prestasi belajar atau daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Tes yang paling cocok untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes perbuatan[11].
Contoh-contoh pelaksanaan penilaian dalam proses belajar-mengajar berbicara, diantaranya:
a.       Penilaian tujuan instruktur khusus
b.      Penilaian bahan pengajaran
c.       Pengalaman belajar
d.      Penilaian alat evaluasi.
B.     Model Pembelajaran Role Playing
1.      Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran[12].
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi bagi pedoman perancangan pembelajaran[13]. Model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang mengembangkan dari perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan pembelajaran, buku-buku pelajaran, dan bantuan pelajaran pada program komputer[14].
Model pembelajaran adalah suatu cara belajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu[15]. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar[16].
Model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistim pengelolaannya[17].  Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktrivitas belajar mengajar[18]. Model pembelajaran mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur, yaitu[19] :
a.       Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
b.      Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).
c.       Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Berangkat dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka atau bentuk keseluruhan dari proses pembelajaran yang diatur secara sistematis meliputi di dalamnya strategi, metode, teknik serta media dan hal terkait lainnya. Model pembelajaran berbeda dengan strategi, metode, pendekatan, serta teknik dan taktik.
2.      Pengertian Model Pembelajaran Role Playing
Secara etimologis role playing terdiri dari dua kata, yakni role dan playing. Role artinya: peranan, tugas[20]. Playing artinya: permainan, lakon sandiwara, giliran[21]. Berdasarkan pengertian dua kata tersebut, maka secara etimologis role playing adalah permainan peran.
Model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung kepada apa yang diperankan[22].
Model pembelajaran role playing adalah pembelajaran dengan cara guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunujuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa melakukan skenario yang telah dipelajari[23].
Role playing atau bermain peran adalah: penyajian bahan pelajaran dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya[24]. Bermain peran/role playing adalah suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata[25].
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah sebuah penyajian pembelajaran melalui sebuah permainan skenario cerita yang melibatkan siswa untuk memerankan lakon dalam cerita tersebut, dimana isi cerita akan disampaikan lewat dialog aktif antar pemainnya.
3.      Bentuk-Bentuk Bermain Peran/role playing
Terdapat beberapa bentuk permainan peran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, diantaranya:
a.       Permainan bebas, dengan permainan bebas tidak terdapat skenario yang harus diikuti anak. Pengarahan, kemudian peserta didik melakukan sesuai dengan apa yang dapat diserapnya menurut fantasi dan imajinasinya sendiri. Contoh permainan bebas seperti bermain perang-perangan.
b.      Melakonkan suatu cerita.
c.       Sandiwara boneka dan wayang
Peserta didik juga dapat secara bebas memainkan boneka atau wayang yang dibawa mereka atau yang telah disediakan. Ide-Ide dapat dirangsang melalui berbagai sumber seperti: cerita guru, cerita dari buku, radio, televisi maupun film[26].

4.      Langkah-Langkah Model Pembelajaran Role Playing
Langkah-langkah model role playing adalah:
a.       Guru menyusun atau menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
b.      Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dua hari sebelum pembelajaran dilaksanakan.
c.       Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang.
d.      Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
e.       Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
f.       Masing-masing peserta didik duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan (mengamati) skenario yang sedang diperagakan.
g.      Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas[27].
Langkah-langkah role playing adalah sebagai berikut:
a.       Guru menyiapkan skenario pembelajaran.
b.      Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari dialog tersebut.
c.       Pembentukan kelompok siswa.
d.      Penyampaian kompetensi.
e.       Menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajari.
f.       Kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon.
g.      Presentasi hasil kelompok.
h.      Bimbingan, kesimpulan, dan refleksi[28].
Prosedur atau langkah-langkah model role playing:
a.       Pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Contoh guru menyediakan suatu cerita menjadi kelas, kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berfikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir cerita.
b.      Memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya.
c.       Menata latar/pangung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa aksesoris lengkap) yang menggambarkan urutan pemainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian dikuti oleh siapa, dan seterusnya. Sementara penataan latar yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan latar/panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri.
d.      Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Pengamat disini harus juga terlibat dalam peran.
e.       Permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Jika permainan peran sudah terlanjur jauh dari apa yang direncanakan, guru dapat menghentikannya supaya tidak jadi masalah.
f.       Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul.
g.      Permainan peran ulang, seharusnya peran kedua  ini akan berjalan lebih baik.
h.      Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas.
i.        Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan[29].
Agar permainan peran berjalan efektif, maka pelaksanaan bermain peran dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Persiapan
2.      Penentuan pelaku atau pameran
3.      Pemain bermain peran
4.      Diskusi
5.      Ulangan permainan
Berdasarkan langkah-langkah tersebut di atas, maka dapat disusun langkah-langkah model pembelajaran role playing adalah sebagai berikut:
a.       Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
b.      Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM.
c.       Guru membetuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang.
d.      Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
e.       Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
f.       Masing-masing para peserta didik berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
g.      Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.
h.      masing-masing kelompok meyampaikan hasil kesimpulannya.
i.        Guru memberikan kesimpulan secara umum.
j.        Evaluasi
k.      Penutup[30].
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan bermain peran:
a.       Masalah yang dijadikan tema cerita hendaknya dialami oleh sebagian peserta didik.
b.      Penentuan pameran hendaknya cara sukarela dan metovasi dari guru.
c.       Jangan terlalu banyak disutradarai, biarkan peserta didik mengembangkan kreatifitas dan spentanitas mereka.
d.      Diskusi diarahkan kepada penyelesaikan akhir (tujuan), bukan kepada baik atau tidaknya seseorang peserta didik berperan.
e.       Kesimpulan diskusi akan diresumekan oleh guru.
f.       Bermain peran bukanlah sandiwara atau drama biasa melainkan merupakan peranan situasi sosial yang ekpresif dan hanya dimainkan satu babak saja[31]
5.      Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Role Playing
Kebaikan-kebaikan/keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan melaksanakan role playing:
a.       Untuk mengajar  peserta didik supaya ia bisa menempatkan dirinya dengan orang lain.
b.      Guru dapat melihat kenyataan yang sebenarnya dari kemampuan peserta didik.
c.       Bermain peran menimbulkan diskusi yang hidup.
d.      Peserta didik akan mengerti social psychologis.
e.       Model bermain peran dapat menarik minat peserta didik.
f.       Melatih peserta didik untuk berinisiatif dan berkreasi[32].
Kelemahan model role playing:
a.       Sukar untuk memilih anak-anak yang betul-betul berwatak untuk memecahkan masalah tersebut.
b.      Perbedaan adat-istiadat/kebiasaan dan kehidupan-kehidupan dalam suatu masyarakat akan mempersulit pelaksanaannya.
c.       Anak-anak yang tidak mendapat giliran akan menjadi pasif.
d.      Kalau guru kurang bijaksana , maka tujuan yang dicapai dari penerapan model ini tidak memuaskan.
C.    Pembelajaran Bahasa Indonesia
1.      Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia
Belajar bahasa merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Pengajaran bahasa sekurang-kurangnya melibatkan tiga kelompok ilmu (disiplin ilmu), yakni linguistic (ilmu bahasa), psikolog (ilmu jiwa), dan pedagogik (ilmu pendidikan)[33].
Manusia dapat berpikir karena mempunyai bahasa[34]. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran bahasa Indonesia adalah suatu proses / aktivitas pembelajaran berkomunikasi yang melibatkan tiga kelompok  ilmu serta mencakup empat komponen berbahasa yaitu: menyimak / mendengar, membaca, berbicara dan menulis sesuai kaidah berbahasa yang benar.
Tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara umum meliputi:
a.       Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa Negara.
b.      Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan keperluan, dan keadaan.
c.       Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.
d.      Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
e.       Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia
Tujuan belajar bahasa adalah agar siswa dapat menyimak pembicaraan orang lain dengan benar, dapat mengungkapkan gagasan, bertanya, menolak pendapat, memperoleh informasi dari membaca dan menulis berbagai keperluan orang lain yang semuanya ini disesuaikan dengan situasi dan konteks, maka pengajaran pengetahuan bahasa pun tidak lagi dipusatkan pada kebenaran struktur / tata bahasa, tetapi pada kesesuian fungsi komunikasi[35]. Pada akhir pendidikan di SD/MI peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan non sastra.
Dalam penyajian pengajaran bahasa, guru tidak dapat mengajarkan  hanya salah satu keterampilan berbahasa. Kegiatan belajar yang dimulai dengan menyimak cerita guru, akan diikuti dengan siswa bertanya, siswa menjawab pertanyaan atau menceritakan kembali cerita yang telah dibawakan guru. Lebih lanjut siswa dapat diminta menulis isi cerita dengan kata-katanya sendiri, kemudian membacakan dan teman lain menanggapi[36].
Keterampilan berbahasa meliputi : menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Pembelajaran bahasa adalah proses aktif, konstruktif dan proses transaksi[37]. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah menjadikan siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia lisan maupun tulisan dengan baik dan benar.
Jadi tujuan pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah menjadikan siswa mampu berkomunikasi dengan baik dan benar secara lisan maupun tulisan.
2.    Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD/MI
Evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah tahapan atau kegiatan dalam pengelolaan Pendidikan / pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui keefektifan / keberhasilan suatu sistem pendidikan secara keseluruhan. Sasaran evaluasi mencakup perencanaan program, pelaksanaan program, dan hasil pelaksanaan program yang tampak pada kinerja siswa dan guru. Hasil evaluasi adalah siswa naik atau tidak naik kelas, lulus atau tidak lulus, dan program kerja sekolah dibenahi agar kinerja sekolah secara keseluruhan dapat meningkat pada tahun yang akan datang[38].
Prinsip-prinsip penilaian pembelajaran Bahasa Indonesia:
a.       Mengharuskan adanya prioritas utama dan apa yang dievaluasi.
b.      Teknik penilaian harus dipilih berdasarkan karakteristik performansi yang diukur.
c.       Evaluasi harus komprehensif.
d.      Penggunaan teknik evaluasi secara tepat memerlukan kesadaran akan keterbatasannya.
e.       Penilaian merupakan alat ukur untuk mencapai tujuan.
f.       Objektif, artinya evaluasi memang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada.
g.      Kooperatif
Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, juga harus bekerjasama dengan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan.
h.      Kontinuitas
Artinya dilaksanakan secara terus menerus selama proses pelaksanaan pembelajaran.
i.        Praktis, ekonomis dan mendidik
Pendekatan-pendekatan penilaian pembelajaran Bahasa Indonesia:
1)      Pendekatan Diskrit
Pendekatan diskrit merupakan penilaian yang hanya menekankan satu aspek tertentu.
Tes diskrit didasari oleh linguistik struktural dan psikologi behavior yang beranggapan bahwa pemilah-milahan komponen kebahasaan dapat dilakukan, diajarkan dan diteskan tanpa harus mengaitkan dengan acuan konteks kebahasaanyang sebenarnya[39].
2)      Pendekatan Integratif
Tes integratif merupakan tes kebahasaan yang digunakan untuk mengukur beberapa aspek kemampuan atau keterampilan berbahasa. Dalam tes integratif, aspek kebahasaan tidak dipisah-pisah, melainkan merupakan kesatuan yang padu.
3)      Pendekatan Komunikatif
Penilaian pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif merupakan penilaian yang difungsikan untuk mengukur kemampuan berbahasa sesuai dengan situasi dan konteks pemakaiannya yang lazim disebut dengan kemampuan komunikatif. Kemampuan ini dapat diukur dengan menggunakan dikte, tanya jawab, wawancara, bercerita, mengarang, dan terjemahan.
Perbedaan antara tes komunikatif dengan tes integratif terletak pada dikaitkan tidaknya tes dengan situasi serta konteks pemakaian bahasa.
Pengembangan instrumen dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Secara umum sasaran asessmen pembelajaran bahasa Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok sasaran, yaitu:
1)      Komponen berbahasa yang terdiri dari bunyi bahasa, kosakata dan tata bahasa.
2)      Kemampuan berbahasa yang meliputi kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

Macam-macam instrumen assesmen konvensional (tes)[40].
1)      Instrumen asesmen kemampuan berbahasa lisan
Assesmen  kemampuan berbahasa lisan mencakup menyimak dan berbicara.
Tes kemampuan menyimak:
Bentuk tes kemampuan menyimak bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
a)      Tes Jawaban Singkat (Frasa) / Respon
Adalah tes yang jawabannya berupa sepatah dua patah kata saja. Tes ini cocok untuk siswa kelas rendah yang kemampuan berbahasanya masih terbatas. Tes ini berbentuk tes benar-salah, tes ya-tidak, tes pilihan gambar atau menulis jawaban singkat lainnya.
b)      Tes Kemampuan Berbicara
Tes kemampuan berbicara termasuk salah satu tes yang sulit dilaksanakan karena kemampuan berbicara tidak mudah didefinisikan.
Untuk mengukur kemampuan berbicara banyak ragam tes yang dapat dilakukan, yaitu:
(1)       Tes Respon Terbimbing
Contoh : Guru memberi isyarat “bertanyalah kepada temanmu, siapa namanya”
(2)       Tes Bercerita Singkat
Contoh : Guru menunjukkan sebuah benda atau gambar peristiwa, kemudian meminta siswa mendeskripsikan benda/menceritakan peristiwa di dalam gambar tersebut.
(3)       Tes Bercakap-Cakap
Contoh : Guru membagikan bahan dialog kepada siswa untuk dibaca dan diminta mengungkapkan kembali bahan dialog secara berpasangan.
(4)       Tes Berbicara Bebas
Contoh : Guru memberikan bermacam-macam topik kepada siswa untuk berbicara selama beberapa menit
Topik yang dapat dipilih siswa antara lain:
a)      Bermain di lingkungan rumah
b)      Hidup rukun di sekolah
c)      Tugasku sehari-hari sebagai umat beragama
d)     Danau/pantai
2)      Instrumen Asesmen kemampuan berbahasa tulis
Asesmen kemampuan berbahasa tulis mencakup asesmen kemampuan membaca dan menulis.
Beberapa jenis tes untuk mengukur kemampuan membaca siswa yaitu:
a)      Tes pemahaman kalimat
Tes ini sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa pada kelas rendah. Jenis tes ini biasanya disajikan dalam bentuk kata atau frasa sebagai alternatif jawaban.
Contoh : Semua makhluk hidup memerlukan sinar matahari (B – S)
b)      Tes pemahaman wacana
Tes ini dapat mengukur semua aspek kebahasaaan seperti penguasaan kosakata, struktur kalimat dan pemahaman isi wacana.
Beberapa tes pemahaman wacana antara lain:
-          Melengkapi wacana
Contoh :
Tina dan Tono membeli buku baru di ……. Tina dan Tono adalah anak yang ……belajar. Mereka rajin belajar agar ….. dalam menempuh ujian.
-          Menjawab pertanyaan
Contoh :
Bacalah wacana dibawah ini dengan cermat, kemudian jawablah pertanyaan berikut ini sesuai isi bacaan!
Aku anak desa, namaku Badu, aku lahir di desa, besar dan tinggal di desa
Pertanyaan:
Dimanakah Badu lahir?
c)      Tes kemampuan menulis:
Diantara bentuk-bentuk tes kemampuan menulis adalah sebagai berikut:
1)      Tes Menulis Terbimbing
Tes menulis terbimbing adalah tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan kosakata dan struktur kalimat. Tes ini digunakan pada siswa kelas rendah.
Contoh :
-          Gabungkan dua kalimat ini dengan menggunakan kata “karena”
Dia lulus ujian, dia rajin belajar
2)      Menceritakan Gambar
Contoh:
-          Guru menunjukkan sebuah gambar benda atau peristiwa kemudian meminta siswa mendeskripsikan atau menceritakan peristiwa dalam gambar dengan bahasa mereka sendiri secara tertulis.
3)      Tes Menulis Terpadu
Contoh :
-          Guru membacakan sebuah wacana atau cerita kepada siswa, kemudian guru meminta siswa untuk menulis kembali isi cerita dengan bahasa mereka sendiri.
4)      Tes Menulis Bebas
Contoh : Buatlah karangan kira-kira 1 halaman!
Macam-macam asesmen alternatif (Non Tes)
Instrumen asesmen non tes biasanya dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan atau hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung




[1] Djago Tarigan, Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 1, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet ke-4, h. 149
[2]Ibid, h. 133
[3] Logan dkk dalam Djago Tarigan, Ibid, h. 149
[4] Logan dkk, dalam Djago Tarigan, Ibid, h. 168
[5]  Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang  No 22 Tahun 2006 Tentang  Standar Isi,  Jakarta : 2007, h. 6


[6] Ibid.
[7] Ibid, h. 194
[8] Ibid, h. 243
[9] Ibid, h. 243
[10] Ibid, h. 276
[11] Ibid, h. 279
[12]Taufina Taufik. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Inovasi Dalam Meningkatkan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah Dasar, ( Padang: UNP, 2011), cet ke-2, jilid 2, h. 10
[13] Syaiful Segala dalam Ida Zusnani, Pendidikan Kepribadian Siswa SD-SMP, (Paltinum, 2013), cet ke 1, jilid 1, h. 11
[14] Joyco dan Weil dalam Ida Zusnanih, Ibid, h. 12
[15] Ibid, h, 12
[16]  Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, (Medan: Media Persada, 2014), cet  ke-3,  jilid 3, h. 1
[17] Arend dalam Non Syafriadi, Strategi Pembelajaran, (Padang : Salsabila Grafika, 2012), cet ke 1, jilid 1, h. 31
[18] Soekamto dalam Non Syafriadi, Ibid, h, 32
 [19] Non Syafriadi, Ibid, h. 32-33
[20] Desi Anwar, Kamus Lengkap 100 Milliard nggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Surabaya:Amolia), h. 272
[21] Desi Anwar, Ibid, h. 247
[22] Taufik Tafina, Op, Cit, h. 13
[23] Ida Zusnani, Op, Cit, h. 45
[24] Ramayulius, 2005;273 dalam Istarani, Op, Cit, h. 70
[25] Sudjana, 2013;134 dalam Istarani, Ibid, h. 70
[26] Istarani, Ibid, h. 80
[27] TaufikTafina, Op, Cit, h. 13
[28] Ida Zusnani, Op, Cit, h. 45
[29] Hamzah B. Uno, 2007;26-28 dalam Istarani, Op, Cit, h. 71
[30] Istarani, Ibid, h. 76
[31] Ramayulius, 2008;278-279 dalam Istarani, Ibid, h. 80
[32] Istarani, Ibid , h. 78
[33] Muchlisoh,  Pendidikan Bahasa Indonesia 3, ( Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud, 1995), Cet. Ke-1,   h. 43
[34] Ngalim Purwanto,  Psikologi Pendidikan, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1990), cet ke-11,  h. 43
[35] Muchlisoh,  Op.cit.,  h. 64
[36] Muchlisoh, Op.cit.,  h. 65
[37] Farida Rahim, et al, Materi Pokok Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia,Padang: PGS-UNP, 2009.,  h. 4
[38] Jauharoti Alfin et al, Pembelajaran Bahasa Indonesia MI Paket 8-14 : Learning Assistance Program For Islamic Schools( PGMI, 2009), . h. 9.8
[39]Ibid,. h. 9.12
[40]Ibid,.  h. 10.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suku banyak teorema sisa (matematika)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika pada hakikatnya adalah ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi mod...