|
BAB
II
LANDASAN
TEORETIS
A. Sumber Dasar
Adat Minangkabau
1. Alam Terkembang Jadi Guru
Alam terkembang
jadi guru merupakan sumber Dasar adat Minangkabau,
dan alam ini lah yang kita
jadikan sebagai guru kita untuk belajar,guru kita bukan guru di sekolah saja
,dimesjid atau di tempat les tapi kita juga bisa belajar dengan alam sekitar kita.
Dalam alqur’an sebagai
sumber ajaran agama islam untuk menyuruh manusia
agar mempelajari tentang
alam ini, dan berdasarkan firman allah dalam alqur’an itu akan bertambah
jelas syarak basandi Kitabullah.[1]
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui salah
satu falsafah adat Minangkabau adalah alam
takambang jadi guru maksudnya adalah menjadikan alam sebagi sumber belajar.
Semua unsur yang ada di alam dapat dijadikan sebagai sumber pelajaran, baik itu
dari tumbuhan, hewan maupun sesama manusia.
2. Alam Terkembang Rahmat Allah
Berdasarkan
kenyataan, adat Minangkabau berpedoman kepada ketentuan dalam alam, dan firman Allah terdapat dalam Alqur’an tentang mempelajari
alam itu oleh orang yang berfikir. Menurut ”Adat akan tetap merupakan hukum dan aturan selama
tidak bertentangan dengan syari’at Allah (syarak), yakni agama Islam.[2]
B.
Ninik Mamak
1.
Pengertian Ninik Mamak
Ninik mamak ialah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam
urusan adat. Ninik mamak yaitu orang yang dituakan dalam kaum yang mengurus
rumah tangga kaum. Di samping tugas itu ada pula di antara ninik mamak yang
terpilih menjadi penghulu, Malin, manti atau dubalang adat. Jadi yang
dimaksud ninik mamak adalah seluruh penghulu adat dan pembantu-pembantunya.[3]
Mamak adalah semua laki-laki dewasa (sudah kawin).
Di Minangkabau ada dua fungsi laki-laki, pertama sebagai pemimpin rumah tangga
dan yang kedua adalah sebagai mamak berarti pemimpin dari adik-adik dan
kemenakannya.[4]
Ninik mamak dalam adat minangkabau disebut juga penghulu.
Penghulu adalah urang nan mampunyoi budi
nan dalam dan bicaro nan halus[5].
Sedangkan menurut Sayuti ninik mamak/ penghulu adalah seorang pemimpin adat
yang selalu berusaha memayomi dan mengayomi kepentingan anak kemenakannya dalam
kaum atau dalam sukunya.[6]
Ninik mamak adalah unsur pimpinan yang terdiri dari
penghulu beserta dengan unsur empat jinihnya
dan mamak-mamak lainnya seperti tungganai,
mamak kapalo kaum dan mamak kapalo waris.[7]
Ninik mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam
sebuah lembaga perhimpunan Pangulu dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuk-Datuk kepala suku atau pangulu suku /kaum yang mana mereka
berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Diantara para Datuk-Datuk atau ninik mamak itu dipilih salah
satu untuk menjadi ketuanya itulah yang dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang
tergabung dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak, “Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”.[8]
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan ninik
mamak adalah laki-laki yang menjadi
pemimpin dalam masyarakat Minangkabau yang disebut juga penghulu dengan seluruh
pembantu-pembantunya dalam adat. Di dalam adat Minangkabau mamak adalah
pemimpin anak kemenakannya. Kumpulan-kumpulan mamak tersebut sampai dengan
penghulu dan pembantunya lah yang dinamai ninik maamak.
2.
Komponen-Komponen Ninik Mamak dalam Nagari
Ninik mamak
merupakan seluruh penghulu dan pembantu-pembantu adat. Penghulu adalah orang
yang dituakan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Fungsi seorang penghulu
adalah pemimpin sukunya dalam urusan adat. Berdasarkan mamangan adat yang
berbunyi: Kamanakan barajo kamamak, mamak
barajo ka panghulu, panghulu barajo ka nan bana, nana bana badiri sandirinyo. Untuk
menjalankan tugas sehari-harinya penghulu
dibantu oleh manti, malin, dan dubalang.[9]
a.
Penghulu
Penghulu
adalah seorang pemimpin adat yang selalu berusaha memayungi dan mengayomi
kepentingan anak kemenakannya dalam kaum atau dalam sukunya.[10]
Pangulu
berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk
atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat
awal keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang
memegang tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas
pelindung terhadap anak kemenakan serta
tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan
yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai
didalam suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang
kamamutuih”.[11]
Menurut
Idrus Hakimy penghulu adalah orang yang mempunyai budi yang dalam bicaro yang halueih, artinya orang yang akan jadi penghulu itu mestinya dipilih
oleh kaumnya laki-laki dan perempuan yang telah balig berakal, adalah orang
yang berbudi pekerti, sopan santun, ramah tanah, rendah hati.[12]
Berdasarkan
uraian tersebut dapat dilihat penghulu adalah pemimpin adat yang mengayomi
kepentingan anak kemenakannya dalam kaum dalam sukunya yang mempunyai budi
pekerti yang dalm bicaro yang haluieh. Penghulu dipilih oleh anak
kemenakan laki-laki dan perempuan, tua dan muda, kaya dan miskin dalam satu
kaum.
b.
Malin
Malin
adalah sebutan untuk orang alim atau alim ulama dan mua’alim. Sebelum islam
masuk ke Minangkabau kedudukannya dijabat oleh pandito. Malin adalah
jabatan fungsional dalam suku yang dipercayakan oleh penghulu atas kesepakatan
anak kemenakannya.[13]
Menurut Suarman Malin adalah pembantu penghulu yang bertugas dalam suku sebagai suluh bagi anak kemenakannya tentang
agama islam. Baik masalah aturan ibadah maupun fiqih.[14] Yulfian juga mengutarakan hal yang sama Malin adalah pembantu penghulu untuk
menyelenggarakan berbagai urusan keagamaan urusan tersebut, misalnya nikah,
talak, rujuk, kelahiran, kematian, zakat dan lain-lain.[15]
Berdasarkan uraian tersebut dapat di
simpulkan Malin adalah pembantu
penghulu yang bertugas dalam berbagai urusan keagamaan. Malin sangat penting peranannya bagi kemajuan anak kemenakannya dan
bimbingan terhadap masyarakat dalam hal keagamaan.
Fungsi Malin dalam nagari adalah sebagai
panutan yang menerangkan jalan di dunia dan menjadi suluh untuk ke akhirat dan
lebih jauh seperti pepatah berikut:
Malin
dalam adat adalah jadi ikutan lahie batin
Kapanyuluah
anak kamanakan
Manarangi
jalan di dunie
Manyuluah
jalan ka akhirat
Tampek
batanyo halal haram
Sarato
sah dengan batal[16]
Berdasarkan pepatah tersebut tampaklah
fungsi malin dalam masyarakat seperti jadi ikatan lahir dan batin, memberi
contoh dan teladan atau jadi panutan. Sebagai suluh bendang dalam nagari, malin itu berkewajiban menunjukkan yang
baik dan yang buruk, menyetakan yang terlarang dan tersuruh oleh agama islam.
Sebagai seorang pemimpin dalam bidang agama, malin dapat memberikan
pertimbangan kepada penghulu tentang hal yang menyangkut al-Qur’an dan Hadist.
c.
Manti
Manti
adalah pembantu penghulu untuk menyelenggarakan berbagai urusan komunikasi
(hubungan) antara warga dalam sebuah suku. Manti
bertugas menyampaikan segala kebijaksanaan penghulu kepada anggotanya dan
kritik, saran dan perasaan dari anggotanya kepada penghulu.[17]
Manti
asal katanya dari mantari yang artinya orang yang dipercaya membantu penghulu
secara administrasi adat dalam kaumnya atau dalam sukunya. Dalam kata adat
Minangkabau disebut manti permato nagari sebagai ulasan jari sambungan lidah penghulu baik ke dalam
maupun keluar kaum atau suku.[18]
Menurut Suarman Manti adalah kumpulan orang-orang pandai atau disebut juga cadiak
pandai merupakan orang yang cepat mengerti dan pandai mencari pemecahan suatu
masalah dalam berfikir panjang akalnya.[19]
Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan manti adalah orang yang
dapat mempergunakan ilmu pengetahuannya untuk kepentingan hidup, pribadi dan
untuk masyarakat kerena kemampuannya dan kecerdikannya dalam kehidupan.
Manti
bertugas memeriksa perkara dan menyampaikan keputusan akhir dari penghulu yang
bertindak sebagai hakim. Oleh karena tugasnya sebagai penghubung, maka
kata-katanya terkenal dengan istilah kato
bahubuang.[20]
Fungsi manti dalam nagari sebagai berikut:
1)
Memberikan peringatan kepada orang-orang
tentang tingkah laku yang sduah keluar dari sopan santun.
2)
Memberi pentunjuk bagi kaum kerabatnya
tentang jalan yang baik ataupun pengajaran kepada yang baik.
3)
Mempergunakan ilmu pengetahuan secara
suci dan ikhlas untuk membina kaumnya dan masyarakat.
4)
Dengan pembicaraan yang lembut, cerdik pandai
itu dapat melunakan hati yang keras dan dengan muslihatnya dapat melunakan kaum
kerabatnya.
5)
Cerdik pandai itu dapat memberikan
pengajaran pada rapat-rapat agar terbuka mata masyarakat untuk memilih yang
baik dan benar.
6)
Kaum cerdik pandai itu harus dapat
mendekatkan dengan kaum kerabat dan anggota masyarakat agar terbina hubungan
yang baik diantara kedua pihak sehingga mencapai segala kerja untuk nagari.[21]
Jadi fungsi sebagai cerdik pandai
sebagai pagar atau jangan dilanggar sehingga dengan kemampuan ilmu dan
pengetahuannya terpeliharalah isi nagari termasuk anak dan kemenakannya.
d.
Dubalang
Dubalang
disebut orang juga hulubalang, dubalang adalah jabatan fungsional adat dalam
kaumnya yang terpilih kepada penghulu dengan persetujuan anak kemenakan.
Seorang dubalang bertanggung jawab kepada penghulu dalam hal menegakkan dan
mengawal segala keputusan yang sudah disepakati.[22]
Dubalang
adat adalah sebagai penegak keamanan nagari, suku dan anak kemenakan yang dapat
menindak langsung segala yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.[23]
Dubalang
juga bertugas mengawal penghulu kalau seketika penghulu dalam menghadapi
perkara dengan pihak luar. Sebagai penegak keamanan nagari, suku dan anak
kemenakan yang dapat menindak langsung segala yang terjadi di tengah-tenagah
masyarakat.
3.
Sifat-Sifat Ninik Mamak
Penghulu
dan pembantu-pembantunya dalam adat harus memiliki sisfat sebagai berikut: Karena
penghulu di Minangkabau untuk memelihara anak kamanakannya lahir dan bathin,
moril dan materil, dunia-akhirat, maka seorang penghulu seharusnya melengkapi
diri dengan sifat-sifat seorang pemimpin, yakni baik dan terpuji, karena
penghulu adalah panutan, dan setiap pemimpin akan mempertanggung jawabkan
kepemimpinannya kedpada Allah, maka sifat penghulu ada 4 macam:
a. Siddik
artinya penghulu itu bersifat benar.
b. Amanah
artinya penghulu dipercaya lahir bathin.
c. Fathanah
artinya penghulu itu cerdas (cadiak)
d. Tablig
artinya penghulu itu penyampai.[24]
Selain
sifat tersebut, Suarman menjelaskan seorang penghulu haruslah memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
a.
Kuat pendiriannya ats kebenaran atau
menegakkan yang benar itu dengan gigih
b.
Kuat bekerja untuk kebaikan
c.
Suka memperbaiki pagar nagari
d.
Kuat memproduksi untuk meningkatkan
ekonomi rumah tangganya dan masyarakat
e.
Tahu akan kerja yang salah dan benar
f.
Pandai menyelesaikan yang kusust.[25]
Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan ninik mamak atau penghulu hendaklah mempunyai
sifat-sifat yang terpuji. Jnganlah bersifat berlawanan dengan empat sifat yang
telah di uraikan, umpanya tidak adil, pendusta, mengubah kebenaran, memungkiri
janji, tidak jujur dalam tingkah laku, menelantarkan anak kemenakan.
4.
Cara Pengangkatan Pangulu
Seorang pangulu dipilih dan dinobatkan apabila
terjadi beberapa hal dalam suatu suku atau kaum :
a. Apa
bila Datuk atau Pangulu yang
terdahulu tealah meninggal dunia (Patah
tumbuah hulang baganti)
b. Apa
bila Datauk atau Pangulu yang saat ini sedang menyandang gelar Datuak telah berusia lanjut atau dalam
keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup lagi untuk menjalankan
tugas-tugasnya sebagai Datauak atau Pangulu. (Hilang dicari lapuak diganti)
c. Apa
bila Datauak yang sedang menyandang gelar Datuak
atau Pangulu saai ini mengundurkan diri minta diganti, (Malatak an gala)
d. Apa
bila terjadi pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya
oleg orang yang menyandang gelar Datuak
atau Pangulu saat ini dan anak kemenakan sepakat untuk menggantinya, (Mambuek cabuah jo sumbang salah)
e. Kalau
ada Datauk atau pangulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan
saat ini sudah memnuhi syarat untuk dianggkat (Mambangkik Batang Tarandam)[26]
Dalam
tatanan adat Minang Kabau ada 2 cara memilih seorang panghulu atau Datuak :
a.
Menurut adat Suku Bodi Chaniago dan
pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang lain pecahan dari suku asal Bodi
dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau Datuak dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku
tersebut berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan
patut, dalam istilah adat disebut “Hilang
dicari lapuak diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi, duduak saamparan
tagak sapamatang”
b.
Menurut adat suku Koto Piliang dan
pecahannya seorang pangulu atau datauak dipilih berdasarkan keturunan dan
pergiliran gelar pengulu tersebut dalam suku atau kaum itu berdasarkan
syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam istilah
adat disebut “ramo ramo sikumbang jati
katik endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti pusako lakek kanan
mudo”, rueh tumbuah dimato.
5.
Peranan Ninik Mamak
Dari perspektif sosilogis, salah satu peluang berperananan
dengan baik, status/ kedudukan jalas. Pangulu dan atau Datuk sebagai pemimpin ninik mamak, didahulukan selangkah ditnggikan seranting.
Ninik mamak punya kedudukan kuat dalam kaumnya. Penghulu tagak di pintu adat, dihormati
sebagai gadang basa batuah.[27]
Dalam berperanan penghulu dibantu Malin, tempat bamufti (tempat
minta fatwa). Malin justru tagak
di pintu agamo, dihormati
sebagai suluah bendang dalam nagari. Dalam membantu
penghulu/ Datuk menyelesaikan
sengketa, dibantu manti. Justru manti tagak di pintu susah, dihormati piawai dalam manyalasaikan silang sangketo anak nagari, tahu ereng jo gendeng, mauleh indak mangasan. Demikian pula dalam mengeksekusi silang
sengketa, penghulu dibantu dubalang, posisinya tagak dipintu mati, berperanan
sebagai pengamanan huru hara, batuhuak
ja baparang.
Penghulu duduk dilimbago kaum/suku/kampung berperanan mengayomi anak
kamanakan baik dari limbago paruik/ jurai sampai ke kaum suku di kampung. Di limbago nagari di wadah Kerapatan
Adat Nagari (KAN) penghulu dipercayakan sebagai Pucuak adat dan atau ketua KAN,
statusnya berada pada pucuk pimpinan
adat di nagari. Pucuk adat ini setidaknya didukung Datuk ampek suku, Penghulu andiko di limbago kaum suku
di kampung serta urang nan-4 jinih ( jinih nan-4) untuk melaksanakan
peranannya mengayomi anak kamanakan dan masyarakat adat di nagari.
a. Mengayomi
anak kamanakan dan masyarakat adat di nagari
Mengayomi dimaksud di antaranya peranan menciptakan
peluang bagi kamanakan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas serta tuah dalam
nagari. Pengulu menghindari diri mencari keuntungan dalam kaumnya. Ajaran
ini diisyaratkan dalam bidal orang Minang, Mancari
dama ka bawah rumah, mamapeh dalam
balanggo, artinya mencari
keuntungan ke dalam lingkungan anak kemenakan sendiri di paruik/ jurai atau
kampung. Justru penghulu serta seluruh ninik mamak memposisikan diri berperanan: Pusek jalo kumpulan ikan, pucuak usah
tarateh, urek ijan taganjak.Artinya pimpinan mulai dari ninik mamak sampai
mandeh bapak (ibu dan bapak) memposisikan diri menjadi tumpuan harapan dan
sumber keteladanan dan contoh yang baik bagi anak kamanakan dan kukuh
menghadapi segala tantangan dalam memimpin anak kamanakan.[28]
Kalau terjadi hal-hal yang dapat menyulut perasaan
dan menyita pikiran, penghulu harus, balawik
leba – bapadang lapang. Raso dibaok naiak, pareso dibaok turun. Artinya
penghulu sebagai pemimpin harus luwes,
besar jiwa, lapang dada, cerdas perasaan diseimbangkan dengan kecerdasan
berfikir rasional, sehingga berpotensi sebagai sumber pembentukan pribadi/ karakter
berbudi anak kamanakan.
Cerdas dalam perasaan dan berfikir diaplikasikan
saat menghadapi problema dalam kaum. Saat melihat fenomena anak kamanakan dan
kampung harus dikembangkan, berlaku
petatah/ pepatah: Sayang di anak dilacuti,
sayang di kampuang ditinggakan. Artinya penghulu yang baik tidak
membiarkan anak kamanakannya berbuat tidak baik, ada saat menyangi dengan
memberi reward, tetapi tidak
meniadakan tindakan memarahi saat salah dengan mendidik. Demikian pula saat
mengabadikan rasa cinta pada kampong
(kaum suku), tidak harus bertopang dagu
dan atau berpangku tangan membiarkan kampung melarat, saat
harus meninggalkan kampung, harus dilakukan mencari pengalamanan/
pengetahuan bagi perbaikan kampung ke depan. Tindakan penghulu seperti ini
bagian dari contoh yang diberikan dalam peranannya untuk mendidik anak kamanakan berbudi.
b. Mengajar
anak kamanakan babudi elok, basok katuju,
sopan dan santun
Anak kamanakan berbudi
elok, baso katuju serta sopan dan santun, tidak tergantung dari tinggi
rendahnya ilmu yang dimiliki. Justru karakter itu menjadi prilaku, bila
dilakukan pembiasaan. Penghulu dulu dalam mendidik kamanakannya babudi elok, dididik di surau suku
dengan mengajar trilogi: adat (buek)
dan agama (syara’) serta silat (bela diri dimulai dari kekuatan silaturrahmi).
Seolah surau suku yang dipimpin ninik mamak itu merupakan simbol budi anak
kamanakan.[29]
Salah satu ciri kamanakan berbudi elok dan sopan, terlihat dalam sikapnya, tak pernah
membesarkan diri, meski ia orang besar, tidak meninggikan diri meski punya ilmu
tinggi. Adat Minang mengisyaratkan bagikan
padi, makin berisi makin tunduk, artinya makin besar, makin merendah.
Orang Minang mengajari penghulu dan anak kamanakan mempunyai sikap menghormati
orang besar dengan prilaku tidak membesarkan dan meninggikan diri. Kata orang
Minang: barakyat dulu mangko barajo,
jikok panghulu bakamanakan. Kalau duduak jo nan tuo pandai nan usah
dipanggakkan. Artinya ketika seorang anak atau kamanakan duduk bersama
orang tua (baik usianya tua mau yang dituakan/ditinggikan seranting)
menghindari diri untuk membanggakan diri dengan kepandaian, kebesaran dan atau
kemuliaan yang dimilik, dan menjatuhkan martabat orang yang dibesarkan dalam
duduk bersama.
Karakter anak kamanakan dengan prilaku baik secara
faktual banyak berpangkal dari didikan mamak
dan mandeh bapak. Sering anak salah ditanya orang siapa mandeh bapaknya, kamanakan tak
sopan ditanya orang siapa mamamknya. Orang Minang mengisyaratkan dalam petatahnya: barajo Buo Sumpu Kuduih tigo jo rajo
Pagaruyuang, Ibu jo bapak pangkanyo manjadi anak rang bautang, artinya
prilaku salah seorang anak kamanakan banyak ditentukan didikan mamak dan mandeh bapak (ibu – ayah). Karenanya ayah satu sisi juga berperanan
sebagai mamak di kampungnya.[30].
Mengajar anak kamanakan berbudi oleh penghulu,
diikuti pencerdasan oleh mandeh bapak dengan melaksanakan ajaran syara’:
melaksanakan rukun iman dan rukun Islam seperti bersyahadat, ibadat shalat,
zakat, puasa dsb. Pepatah orang Minang mengingatkan utang orang tua mengajar
pengamalan agama: biasokan anak-anak
jo sumbayang, aja batauhid sarato iman/ santoso dunia jo akhiraik/ lapeh utang
ibu jo bapak.
Orang tua terutama ibu memberikan jaminan kepada
anaknya keselamatan di dunia dan akhirat. Ibu di Minang bagian dari bundo
kanduang. Makna seorang ibu dalam syara’ (Islam) disebutkan sarugo di bawah telapak kaki ibu, dalam
adat disebut bundo undung-undung ka sarugo. Artinya seperti
tadi disebut: didikan ibu yang baik membawa anak senang dan
damai di dunia dan sarugo dunia
akhirat. Senang dan damai itu disebut sorga.
Dalam mendidikan anak, orang tua harus memulai
dengan yang baik. Orang Minang mengisyaratkan: kalau kuriak induaknyo rintiak anaknyo. Artinya
ibu bapak yang baik akan melahirkan anak baik. Makanya nenek moyang Minang
berfikir jauh kedepan seperti mempunyai indra keenam agar tidak meninggalkan
anak cucu yang lemah baik dalam harta meninggalkan pusaka tinggi maupun
berperinsip dan berakidah serta beribadah. Orang Minang mengajarkan: kok alah sampai di hulu, balunlah pulo
sacukuiknyo. Dek kokoh niniak nan dahulu kunci nan limo pambukaknyo. Artinya nenek
moyang Minangkabau jauh kedepan memikirkan kekuatan SDM, kesejahteraan,
kemuliaan anak cucuk dengan menggunakan kelima indranya bahkan memiliki indra
keenam.
Terasa benar nenek moyang Minang hidup mulia mati
meninggalkan jasa, dikiaskan dalam petatahnya: mati harimau tingga balang, mati gajah tingga gadiang. Artinya
penuh dengan kemuliaan dan meninggalkan jasa
baik bagi anak cucuk (keluraga dan masyarakat), bagian
pendidikan mereka kepada generasi muda sepanjang masa. Nenek moyang tak
ingin anak cucunya melarat disebabkan orang tuanya. Ini tersirat dalam
ungkapan: Indomo di Saruaso, Datuak
Mangkudun di Sumaniak, sabab anak jatuah binaso, ibu bapak nan kurang
cadiak. Karenanya pula orang Minang di samping mewariskan pusaka
tinggi, juga menyuruh berhemat untuk tidak menjual pusaka tinggi dengan sikap
berpoya-poya dan badunia. Lihatlah
dalam petitihnya sebagai berikut:
Dari
ketek mulai baimaik,
untuak
tunaikan rukun kalimo,
baraja
imaik jadi didikan
sanang
santoso akhia kamudian.
Sikap hemat diajari;
simpan yang ada dan makan yang tak ada. Artinya
yang ada disimpan, untuk dimakan sehari-hari rajin mencari dan sisakan,
hematkan dan tabungkan. Dengan sikap hemat menabung dan rajin berusaha keras
agar bisa menyisakan pencaharian olah orang tua Minang, banyak maksud yang bisa
dicapai, kalau dalam Islam bisa ke Makah naik haji menunaikan rukun Islam
kelima.
Dengan cara itu, satu di antara kita generasi Minang
untuk kuat, berguna dan punya kehormatan. Orang Minang tak ingin anaknya lemah
dan hanya menjadi tenaga cadangan dan tidak utama. Kias orang Minang; calak-calak ganti asah, pananti tukang
manjalang datang, panunggu dukun manjalang tibo. Artinya jangan
generasi Minang tidak memposisikan dirinya sebagai pemeran utama, harus yang
utama dan di garda terdepan diharapkan masyarkat, bangsa dan negara.
C.
Kemenakan
1.
Pengertian Kemenakan
Kemenakan adalah anak saudara perempuan baik laki-laki
atau perempuan. Secara khusus semua orang Minangkabau adalah kemenakan.
Kemenakan dalam arti ini adalah orang yang di pimpin, semua orang Minangkabau
dipimpin oleh mamak.[31]
Kemenakan menjadi orang yang dipimpin, hal ini
sesuai dengan ungkapan kamanakan barajo
ka mamak, artinya setiap kemenakan berajo
kepada mamaknya. Kemenakan dipimpin oleh mamaknya. Jadi kedudukan kemenakan laki-laki
dan perempuan sangat dibutuhkan dalam keluarga. Kemenakan laki-laki sebagai
kader pemimpin atau calon ninik mamak. Kemenakan perempuan sebagai calon bundo kanduang. Oleh sebab itu,
kemenakan harus selalu dibekali dengan pengetahuan adat dan agama islam.
2.
Jenis-Jenis Kemenakan
Adat Minangkabau terdapat empat golongan kemenakan,
yaitu:
a.
Kemenakan
dibawah daguak adalah kemenakan yang mempunyai
hubungan darah baik jauh maupun dekat. Hubungan ini jelas terlihat dalam sebuah
ranji kaum.
b.
Kemenakan
di bawah dado adalah kemenakan yang mempunyai
hubungan karena sukunya sama, tetapi berlainan penghulunya. Kemenakan dari golongan
ini tidak ber hak memerima sako
(gelar pusaka) tetapu memiliki hak terhadap warisan pusako (harta pusaka) bila kemanakan
dibawah daguak tidak ada.
c.
Kemenakan
di bawah pusek adalah kemenakan yang memiliki suku
yang sama, tetapi nagari asalnya berbeda. Kemenakan dalam golongan ini meski
dalam pergaulan dipandang sama dengan kemenakan lainnya, namun tidak berhak
atas sako, pusako jika masih ada kemenakan
di bawah daguak dan kemenakan dibawah pusek.
d.
Kemenakan
di bawah lutuik adalah orang lain yang berbeda suku dan
berbeda nagari, tetapi minta perlindungan kepadanya. Biasanya kemenakan
golongan ini kehadirannya disebabkan oleh kebiasaan merantau bagi orang
Minangkabau.[32]
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat empat
golongan kemenakan di Minangkabau yang mempunyai tugas dan peranan
masing-masing. Kemenakan harus tunduk dan patuh pada bimbingan mamaknya. Setiap
kemenakan wajib membantu mamak dan tampil untuk menjaga kehormatan mamak dan
kaum.
D. Pasambahan
1.
Pengertian Pasambahan
Kata pasambahan
berasal dari "sambah manyambah".
Sambah-manyambah di sini
tidak ada hubungannya dengan menyembah Tuhan, dan orang Minang tidak menyembah
penghulu atau orang-orang terhormat dalam kaumnya. Melainkan yang dimaksud
adalah pasambahan kato. Artinya
pihak-pihak yang berbicara atau berdialog mempersembakan kata-katanya dengan
penuh hormat, dan dijawab dengan cara yang penuh hormat pula. Untuk itu
digunakan suatu varian Bahasa Minang tertentu, yang mempunyai
format baku. Acara ini dilakukan dalam upacara adat
yang merupakan pembicaraan antara si
pangka (yang punya acara tersebut) dengan si alek (tamu pada acara tersebut). Si pangka akan menyampaikan permasalahan yang akan dilakukan pada
acara tersebut dan si alek akan
mengolah dan menyampaikan tanggapan atas apa yang disampaikan si pangka. Semuanya disampaikan dalam
tutur kata yang terjalin dengan indah dan disertai dengan petatah petitih dalam
dialek Minangkabau.[33]
Pasambahan
biasanya
dipakai oleh orang muda pada upacara adat. Isinya mengandung ibarat anak mudo,
seperti pantun yang menjadi permainan anak muda dalam nagari, dan merupakan
bunga adat bagi ninik mamak.[34]
Pasambahan menurut bentuk dan
susunannya termasuk kedalam bentuk puisi, segala puisi ada di dalamnya, sebab
isi pidato itu terdiri dari kiasan, perbandingan, pepatah, petitih, mamang dan
pantun.[35]
Pasambahan
adalah salah satu ekpresi seni verbal yang dikenal luas dalam tradisi lisan
Minangkabau. Orang Minangkabau memakai pasambahan
dalam berbagai keperluan; misalnya dalam menceritakan kaba, seperti dalam
sastra lisan rabab Pariaman, rabab Pasisia, dendang Pauah, bataram,
dan randai dalam jenis sastra lisan yang
bukan kaba, seperti pidato adat dan
pasambahan bagurau,
dalam lagu pop Minang yang terus bertahan sampai sekarang. Banyak teks lagu pop
Minang sekarang tetap mengandung unsur pasambahan,
meskipun dari segi estetika pasambahan-pasambahan yang terdapat dalam lagu pop
Minang kontemporer terasa agak hambar dibanding estetika pasambahan-pasambahan
Minangkabau klasik.
Dalam pasambahan-pasambahan Muda Minangkabau yang sangat
pekat dengan berbagai perlambangan dan metafora. Baik perempuan maupun
laki-laki dilambangkan dengan berbagai jenis burung/unggas, benda langit dan
jenis-jenis logam mulia dan jenis-jenis kain.
Metafora dan makna konotatif adalah suatu keharusan
dalam pasambahan Minangkabau. Dalam
pepatah Minangkabau dikatakan kato
baumpamo, rundiang bakiasan. Orang yang tidak mampu memakaikannya dianggap bebal,
karena manusia tahan kieh, binatang tahan palu.
Simak misalnya dalam kutipan pasambahan
muda di bawah ini:
Balayia kapa ka
Puruih,
Singgah lalu ka
Balai Cino,
Tolan sapasambahan
cindai aluih,
Alun dipakai lah
manggilo.
Kain putiah
sasah jo sabun,
Bao ka aia buang
daki,
Tolan sapasambahan
kasah ambun,
Lusuah jo apo ka
diganti?[36]
Betapa eloknya baris isi bait pertama tersebut dalam
menyatakan kecantikan seorang gadis (yang halus lembut bagai kain cindai)
sehingga memandangnya saja sudah membuat para pemuda jadi tergila-gila. Begitu
juga pada baris kedua.
2.
Jenis-Jenis Pasambahan
Jenis-jenis pasambahan adat minangkabau
terdiri dari:
a.
Pasambahan
juaro ka tangah
b.
Pasambahan
mamparenai jamba
c.
Pasambahan
manjapuik marapulai
d.
Pasambahan
sialek mintak diri[37]
Salah satu contoh pasambahan adat adalah pasambahan
saat makan, aneka pasambahan ini
berbunyi sebagi berikut:
Dt Rajo Intan :
Baliau
Datuak , Datuak Nan Gadang
Bakeh
Datuak ditibokan sambah
Sungguhpun
Datuak nan disambah
Sarapek
papeknyolah niniak mamak hambo
Nan
gadang basa batuah
Nan
arif bijaksano
DT Nan Gadang :
Baliau
Datuak , Datuak Rajo Intan
Bakeh
Datuak juo sapatah kato
Baa
kok sawajah sambah manyambah
Maaf
juo dimintak
Sungguhpun
kapado Datuak ditibokan sambah
Lah
taimbau syarek jo hakekat
Walaupuln
lahir jo batin
Tapi
Lah sarapek papeknyo
Sanak
saudaro kami nan hadie
Dari
pihak panyambahan
Kurang
luruih nan bak banang
Kurang
atok bak mambatue
Jo
maaf juo dimintak bakeh Datuak
Apolah
nan kamanjadi buah sambahan
Dari
pihak kami nan banamo silang nan bapangka karajo nan bapokok
Iolah dihari sahari nan ko
Antah
dek hari mah nan baiek
Sadang
di wakatu bungo kambang
Aua
tatagak angin tibo
Balaie
dimusimnyo
Kok
di jamu datanglah babondong – bonding
Sipokok
mananti alah basamo
Janang
manatiang jo hati suko
Kok
dicaliek lah rancak roman
Kok
di pandang lah baiek rupo
Pihak
kapado panyambahan
Indak
lai di rantang panjang
Dikumpa
nyo nak singkek
Maa
nyo pasambahan nan ka dipulangkan
kabakeh Datuak
Iyolah
manuruik pituah urang tuo kito juo
Iyolah
malah jalan biaso baturuti
Kato
biaso bapangka
Karajo
biaso bapokok
Kok
pihak dalam paralatan caro iko kini
Kok
duduak bakambang lapiek
Kok
hauih babari aie
Kok
litak babari nasi
Baa
nan sakarang iko kini
Alah
bacapek kaki baringan tangan janang manatiang
Indak
lai kok aie tu mintak di minum
Kok
nasi nyolah mintak dimakan
Sakian
sambah dipulangkan bakeh Datuak
DT Rajo intan :
Manolah angku Datuak nan gadang
bakeh
angku Datuak juo sapatah kato
Sungguhpun
sorang Datuak nan disambah
Mako
sarapek papeknyolah sanak saudaro ambo sarato niniak jo mamak nan karapatan
Nan
cadiek tahu padai
Sarto
pangka tuo di tangah rumah
Sumarak
di dalam kampuang
Suluh
bendang di dalam nagari
Tiang
adat sandi haluan
Payuang
panji dek urang banyak
Bakeh
batanyo di dalam suku
Nan
tacewang sampai ka langik
Nan
tahujam sampai ka bumi
Ba
panyambahan di pihak ambo
Indak
pulo diatok disusun bana
Disusun
jari nan sapuluah
Maaf
juo dimintak banyak –banyak
Panyambahan
dipulangkan ka bakeh Datuak
Manolah
panyambahan nan dipulangkan bakeh Datuak
Iyolah
manurik papatah Datuak juo
Kok
hauih mambari aie
Baa
nan sakarang iko kini
Karano
aielah taisi
Hidangan
lah tahatok
Kok
aie taisi mintak diminum
Hidangan
ka tangah mintak dimakan
Iyo
baitu kato Datuak tadi ?
Bakeh
Datuak juo kato sapatah
Jikok
dikami si jamu Datuak
Indak
diulang kilie ditikam jajak
Pihak
kapado panyambahan
Nan
akan maulang kilie
Nan
akan manikam jajak
Iyolah
bak sapanjang pituah urang tuo – tuo juo
*Babelok jalan ka muaro
Di mudiak jalan babelok
Datuak baragiah alah suko
Kami manarimo alah sanang
Nak samo diminum jo si
pokok
Dt.rajo intan : - Kami lah sato pulo dipangka hanya Datuak[38]
[1]Idrus Hamkimy, Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam
Minangkabau, (Bandung Rosdakarya, 1994), h. 2
[3] Yulfian Azrial, Budaya Alam Minagkabau SLTP 1,
(Padang:Angkasa Raya, 1994), h. 16
[4]Suarman, Adat Minangkabau Nan Salingka Hiduik, (Bukit Tinggi: Pustaka
Indonesia, 2000), 133
[5] Idrus Hakimy DT, Rajo Penghulu, op cit, h. 29
[6] Sayuti Datuak Rajo Panghulu, Tau Jo Nan Ampek Pengetahuan Yang Empat
Menurut Ajaran Adat dan Budaya Alam Minangkabau, (Padang: Mega Sari
Kerjasama Sako Batuah, 2008), h. 97
[7]Suarman, op cit, h. 157
[8]Afrijon Ponggok Katik Basa
Batuah, Penghulu Ninik Mamak Di Minangkabau, online dalam https://www.google.co.id/url?frantaunet2fpenghulu_ninik_mamak_di_minang_kabau.docx diakses tanggal 03 Januari 2015
[9] Yulfian Azrial, Budaya Alam Minangkaau Sekolah Lanjutan
Pertama Kelas I(Padang: Angkasa Raya, 1994), h. 18
[10] Sayuti, op cit, h. 97
[11] Afrijon Ponggok Katik Basa
Batuah, Penghulu Ninik Mamak Di Minangkabau, online dalam https://www.google.co.id/url?frantaunet2fpenghulu_ninik_mamak_di_minang_kabau.docx diakses tanggal 03 Januari 2015
[12] Idrus hakimy, op cit, h. 56
[13] Sayuti, op cit, h. 98
[14] Suarman, op cit, h.
[15] Yulvian, op cit, h. 19
[16] Suarman, op cit, h. 159
[17]Yulfian, op cit, h. 19
[18] Sayuti, op cit, h. 98
[19] Suarman, op cit, h. 160
[20] Yulfian, op cit, h. 19
[21] Suarman, op cit, h. 161
[22] Sayuti, op cit, h. 98
[23] Suarman, op cit, h. 143
[24] Idrus Hakimy, op cit, h. 67
[25] Suarman, op cit, h. 145
[26] Yulfian Azrial, op cit, h. 26
[27]Yunus, Yulizal Dt. Rajo Bagindo,
Ketua V LKAAM Sumatera Barat, Ketua Dewan Adat dan Syara’ Nagari Taluk
Batangkapas Pesisir Selatan, Dosen Sastra Fakultas Ilmu Budaya sebagai nara
sumber pada Pelatihan Guru BAM SD, Diknas Kota Padang, 4 Desember 2012.
.
[28] Ibid, h. 3
[30]Kurator Musium
Adityawarman. "Laki-LakiMinangkabau."
Personal interview. 14 Mar. 2014.
[31]Zulkarnaini, Minangkabau Ranah Nan Den Cinto, Budaya Alam Minangkabau,
(Bukittinggi: Usaha Iklas, 2002), h. 36
[32] Yulfian Azrial, op cit, h. 28
[33] Yulfian Azrial, Budaya Alam Minangkabau, (Padang:
Angkasa Raya, 1990), h. 67
[34]R.ST. Tandiko, Sumarak Nagari
Alur, Persembahan dan Pidato Adat Minangkabau, (Bukit Tinggi, Pustaka
Indonesia, 1994), h. 7
[35]Suarman, op cit, h. 255
[37]R.Dt.Tandiko, op cit, h. 43
[38] Ibid, h. 51-56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar